Senin, 17 Agustus 2009

akulah sayapmu, by STEFANUS A.K.S

"Ehm... bener juga, sih! Cewek bandel kayak kamu seharusnya memang punya pacar. Jadi, ada yang ngasih nasihat kalo lagi kumat.”

***

“Ian jahat...!!” teriak Icha saat tangan cowok bandel itu menarik kuncir rambutnya. Sementara, Ian sudah kabur, sambil tertawa ngakak, meninggalkan Icha yang memberengut kesal. Murid-murid lain yang ada di lorong, hanya geleng-geleng kepala saat melihatnya. Kejadian seperti itu sudah biasa bagi mereka. Tidak pagi, saat istirahat, ataupun saat pulang, kedua orang itu selalu bertengkar. Icha sebenarnya tidak habis pikir kenapa cowok itu seneng banget bikin dia sewot.
Ian. Cowok itu dikenalnya saat dia duduk di bangku kelas tiga SMP. Sementara, Ian sudah duduk di kelas dua SMA. Ian teman maen basket Leo, kakak kandung Icha. Sebenarnya, Icha hanya pernah bertemu Ian sekali. Tapi, nama Ian selalu disebut-sebut Leo sebagai sahabat terbaiknya. Hingga tragedi itu terjadi. Leo mengalami kecelakaan mobil. Setelah empat hari dirawat di rumah sakit, ia pun meninggal.
Waktu itu sekitar enam bulan sebelum Icha lulus SMP. Dan sejak itu, ia tidak pernah mendengar nama Ian lagi. Saat itu, ia begitu terpukul dengan kematian kakak kandung satu-satunya itu. Icha berubah menjadi pemurung. Dunianya hanya sekolah dan kamar tidur. Orangtuanya sampai khawatir dibuatnya.

Lalu, masa sebagai murid baru SMU pun tiba. Namun, di tengah kehebohan teman-teman barunya, Icha tetap menjadi gadis pemurung. Hingga suatu hari....
“Hai. Kamu Icha, kan? Masih ingat aku? Ian, teman maen basket kakakmu. Sori baru tahu kalo kamu jadi adik kelasku. Habis kamu kecil, sih, jadi nggak kelihatan. Kalau perlu apa-apa, jangan sungkan minta tolong, ya. Ok!” Lalu sekejap cowok itu sudah berlalu meninggalkan Icha yang terbengong-bengong kaget. Otaknya masih berusaha mengumpulkan kepingan-kepingan wajah yang muncul seperti hantu. Sekejap datang dan sebentar kemudian hilang. Setelah itu, kehebohan pun terjadi di kelasnya
Teman-temannya, terutama yang cewek, langsung menyergapnya dengan berbagai pertanyaan. Siapa? Kenalin, dong! Cakep banget! Gimana bisa kenal? Dan masih banyak lagi. Maklum aja, anak baru sudah dikenal kakak kelas, cakep lagi, siapa yang nggak penasaran. Dan, sejak itulah hari-hari Icha selalu dibayangi segala keisengan Ian. Namun, Icha tak bisa benar-benar marah padanya. Karena, ia sadar polah bandel Ian-lah yang telah mengubahnya menjadi Icha yang dulu lagi. Icha yang manis dan ceria.
Jam istirahat. Icha tampak termenung sendirian di kelas. Di tangannya ada selembar brosur tentang audisi pencarian bakat penyiar radio di kotanya.
Sesekali dihembuskan napas pendek. Ada sesuatu yang mengganjal hatinya. Karena terlalu sibuk dengan pikirannya, ia tidak menyadari, Ian sudah berdiri di sampingnya sambil senyum-senyum.
“Melamun, Non?” sapa Ian pelan.
“Hiahh!!” teriak Icha kaget, “Eh, Dodol! Kira-kira, dong! Jantung ini bisa copot tahu,” seru Icha.
“Eh, Bakpaw! Makanya jangan ngelamun aja!” bales Ian enggak mau kalah.
“Suka-suka! Mo ngelamun, kek! Mo ketawa, kek! Mo nangis, kek! Terserah, dong! Kenapa kamu yang repot?” sahut Icha makin sewot.
“Lagi mikirin aku, ya?” ujar Ian dengan seringai jahil tanpa memedulikan Icha yang mulai naek darah. “Eeenak aja! Emangnya kamu siapa?” sahut Icha sambil tetap berusaha menahan diri. “Kalo gitu pasti cowok laen, pacar? Ehm... bener juga, sih! Cewek bandel kayak kamu seharusnya memang punya pacar. Jadi, ada yang ngasih nasihat kalo lagi kumat.” Ian nyerocos tanpa peduli Icha yang sudah mau meledak saking jengkelnya.
“Ok, deh! Ian bantuin, ditanggung sebentar lagi kamu bakal dapat pacar. Gimana? Setuju?” Kali ini mimik wajahnya dibuat serius. “Enggak butuh!” seru Icha setengah berteriak sambil melangkah keluar kelas, meninggalkan Ian yang lagi ketawa terbahak-bahak, sendirian. Saat itu, mata Ian tertuju pada kertas yang ditinggalkan Icha.
Ia tersenyum, ada sesuatu muncul di kepalanya.
Pagi ini sarapan dalam perut Icha langsung hilang hanya untuk menahan emosi. Di hadapannya terpampang besar sebuah kertas pengumuman di samping mading sekolah:

DICARI!!!
Seorang cowok yang mau menjadi pacar Icha Maharani, dengan kriteria:
Sanggup jalan sama cewek bandel, manja, tulalit, dan gampang marah.
Bagi yang berminat, silakan berhubungan langsung dengan Icha
NOTE: MOHON CEPAT! CEWEK INI SUDAH HAMPIR BUNUH DIRI KARENA DEPRESI.

Selesai membacanya, Icha langsung mencak-mencak. Matanya sibuk mencari Ian. “Awas kalo ketemu,” desisnya. Dan saat masuk ke kelasnya, Ian tampak duduk di bangkunya sambil senyum-senyum.
Saat keduanya sudah berhadapan, belum sempat Icha membuka mulutnya, sebuah amplop diserahkan Ian ke tangannya. “Ini tanda peserta untuk audisi penyiar, awas kalo sampai nggak datang. Aku sudah rela antri berjam-jam dan keluar duit buat ngedaftarin kamu. Ok!” Lalu secepat kilat kabur meninggalkan Icha yang kebingungan. Bingung karena enggak jadi marah dan bingung soal tanda peserta di tangannya. “Dari mana dia tahu?” tanya Icha dalam hati sambil garuk-garuk kepala.
Hari itu tiba. Sebenarnya, Icha enggan mengikuti audisi itu karena dia merasa kurang percaya diri.
Namun, Ian yang datang menjemput, dengan alasan tidak rela duitnya terbuang sia-sia, berhasil memaksa Icha untuk berangkat. Ian hanya memberinya dua pilihan, digendong paksa untuk ikut atau jalan sendiri walau juga terpaksa. Dan yang bikin Icha dongkol, mama dan papanya hanya senyum-senyum, seperti mengamini kelakuan Ian. Di sinilah dia akhirnya, berjajar menunggu giliran bersama puluhan peserta yang lain. Sementara Ian menunggu di kejauhan sambil sesekali menyeringai bandel. Sepertinya, dia mau bilang, “Mampus kau”, sambil tertawa senang. Audisi berjalan sampai malam. Ditemani Ian, Icha menunggu pengumuman keluar.
Pukul 23.00, hasil itu pun keluar. Icha dan Ian sibuk mengamati dari atas ke bawah berulang-ulang lima nama yang ada, tapi tetap saja nama Icha tak muncul secara ajaib di sana.
“Tuh, kan! Sudah dibilang apa? Pasti gagal!” ujar Icha. Ian tersenyum,“Yang penting kan sudah dicoba. Itung-itung buat pengalaman.”
Kali ini suara Ian terdengar tulus menghiburnya. Icha sejenak terdiam. Baru kali ini, dia mendengar Ian bicara dengan nada seperti itu. Diamatinya Ian. Sebenarnya, ada sesuatu yang sejak tadi ingin ditanyakannya. Dan ia perlu tahu sekarang. “Ian!” panggil Icha. “Hm...,” sahut Ian pendek.
“Boleh tanya nggak?”
“Tanya apa?”
“Kenapa kamu semangat banget maksa aku ikut audisi?” Tak ada jawaban.
“Jangan sampai kamu bilang, kamu jatuh cinta sama aku!” ancam Icha. Sejenak Ian tertawa kecil, “Ini semua karena kakakmu.” Icha mengernyitkan kening, “Maksud kamu?” ia bertanya tak mengerti. “Sebelum meninggal,Leo pernah ngomong kalo sampai dia mati, dia bakal meninggalkan seorang adik kecil manis yang menyayanginya. Dia enggak mau, adiknya menjadi dan tak pernah terbang mencapai mimpi dan cita-citanya.
So, di sinilah aku, sesuai janji yang aku buat. Aku akan menjadi sayap untuk membawamu terbang ke angkasa mimpimu, sampai kamu kuat dan berani untuk terbang sendiri. Walaupun harus kuakui repot juga ngurus adik yang bandelnya setengah mati.”
Icha tertegun. Dipandanginya Ian lebih lekat. Ada sebuah rasa yang begitu besar merayap naik ke hatinya. Rasa sayang kepada sosok di depannya, yang telah berjuang mengganti sosok lain yang telah pergi dari hidupnya. “Makasih, Kak...,” ucap Icha dengan mata basah. “Eh, kok nangis? Sudah, dong! Malu dilihat orang.” Icha tak peduli, dipeluknya Ian. Sebuah bisik lirih keluar dari mulutnya, “Terima kasih sudah menjadi sayap untukku. Icha janji untuk mulai belajar terbang.”
Icha mendongak, dipandanginya bintang-bintang di langit. Wajah Leo tergambar di sana, “Terima kasih, Kak! Sudah memberikanku sayap yang begitu kuat...,” bisik Icha dalam hati.

0 komentar:

Posting Komentar