Sabtu, 06 Maret 2010

sindrom nefrotik

Definisi
a. Status klinis yang ditandai dengan peningkatan permeabilitas membran glomerulus terhadap protein, yang mengakibatkan kehilangan protein urinaris yang massif (Donna L. Wong, 2004).
b. Kumpulan gejala yang disebabkan oleh injuri glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik; proteinuria, hipoproteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema (Suriadi dan Rita Yuliani, 2001).
c. Sindrom nefrotik (SN) merupakan sekumpulan gejala yang terdiri dari proteinuria massif (lebih dari 50 mg/kgBB/24 jam), hipoalbuminemia (kurang dari 2,5 gram/100 ml) yang disertai atau tidak disertai dengan edema dan hiperkolesterolemia. (Rauf, 2002).

Jadi dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Sindroma Nefritis (SN) adalah keadaan dimana terjadi gangguan pada sistem filtrasi ginjal, yaitu terutama pada glomerulusnya.

Etiologi
Sindroma Nefrotik dibagi menjadi :
a) SN Primer, merupakan Sindroma Nefrotik Idiopatik (tidak diketahui penyebabnya).
Chrug dkk,membagi SN primer menjadi 4 golongan berdasarkan histopatologinya,yaitu:
1. Kelainan minimal. Dengan menggunakan mikroskop biasa tidak tampak kelainan,tetapi pada penggunaan mikroskop elektron akan terlihat foot prosessus sel epitel terpadu.
2. Nefropathy membranosa. Dimana semua glomerulus tampak menebal.
3. Glomerulonefritis proliferatif
4. Glomerulosklerosis fokal segmental. Pada kelainan ini yang paling terlihat adalah sklerosis glomerulus dan sering disertai dengan atrofi tubulus.

b) SN Sekunder, tipe ini penyebabnya berasal dari luar ginjal (ekstra renal). Umumnya menimpa orang dewasa, bisa diakibatkan oleh penyakit-penyakit tertentu seperti :
• penyakit pasca infeksi seperti: Glomerulonefritis,Infeksi bakteri sistemik,Hepatitis B, HIV,Endokarditis bakterial subakut
• Penyakit vaskular seperti:Sindrom uremik-hemolitik,Trombosis vena renalis,Lupus
• Penyakit keluarga seperti:Sindrom alport dan Diabetes mellitus
• Nefrosis alergik.
• Toksik-toksik spesifik,seperti: logam-logam berat dan obat-obatan

c) Congenital Nefrotik Syndrom.
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Resisten terhadap semua pengobatan.Gejalanya meliputi adanya edema pada masa neonatus. Prognosisnya buruk dan biasannya pasien meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya.






Manifestasi klinis
• Manifestasi utama sindrom nefrotik adalah edema. Edema biasanya bervariasi dari bentuk ringan sampai berat (anasarka). Edema biasanya lunak dan cekung bila ditekan (pitting), dan umumnya ditemukan disekitar mata (periorbital) dan berlanjut ke abdomen daerah genitalia dan ekstermitas bawah.
• Penurunan jumlah urin : urine gelap dan biasanya berbusa
• Pucat
• Hematuri
• Anoreksia
• Diare disebabkan karena edema mukosa usus.
• Sakit kepala, malaise, nyeri abdomen, berat badan meningkat dan keletihan umumnya terjadi.
• Gagal tumbuh dan pelisutan otot (jangka panjang)
• Proteinuria masif (Protein di dalam urin)
• Hipoalbuminemia (menurunnya kadar albumin dalam darah)
• Hiperlipidemia(peningkatan lemak dalam darah)
• Lipiduria(ada lemak di dalam urin)
• Liperkoagulabilitas(kecenderungan peningkatan penggumpalan darah)
• Nyeri perut
2.4 Komplikasi
Komplikasi dari Sindrom Nefrotik dipengaruhi oleh beberapa hal,yaitu:kelainan histopatologi,lamanya sakit dan usia pasien.
1. Malnutrisi dan Pertumbuhan abnormal.
Penyebab retardasi pertumbuhan pada pasien dengan SN tanpa diberikan kortikosteroid adalah malnutrisi protein, kalori, kurang nafsu makan,malabsorbsi karena edema saluran gastrointestinal. Namun yang menjasi masalah utama adalah pengobatan dengan kortikosteroid. Pengobatan kortikosteroid dengan dosis tinggi dan waktu yang lama dapat memperlambat maturasi tulang dan terhentinya pertumbuhan linier: terutama apabila dosis melampaui 5mg/m2/hari. Selama pengobatan kortikosteroid tidak terdapat berkurangnya produksi atau sekresi hormon pertumbuhan. Telah diketahui bahwa kortikosteroid mengantagonis efek hormon pertumbuhan endogen dan eksogen pada tingkat jaringan perifer melalui efeknya terhadap somatomedin. Pada saat ini untuk mencegah gangguan pertumbuhan ialah dengan mencegah pemberian pengobatan kortikosteroid terlalu lama dan tidak perlu, disamping dosis tinggi, diupayakan meningkatkan pemberian kalori dan protein secukupnya dan sedapat mungkin mengurangi stress psikologi.
2. Infeksi sekunder, disebabkan gangguan mekanisme pertahanan humoral, penurunan gamma globulin serum.
3. Gangguan koagulasi, berhubungan dengan kenaikan beberapa faktor pembekuan yang menyebabkan keadaan hiperkoagulasi.
Kelainan hemostatik pada SN dapat timbul dari dua mekanisme yang berbeda yaitu:
a. Peningkatan permeabilitas glomerulus mengakibatkan:
- Meningkatnya degradasi renal dan hilangnya protein di dalam urin seperti antitrombin III, protein S bebas, plasminogen dan alfa antiplasmin
- Hipoalbuminemia, menimbulkan aktivasi trombosit lewat tromboksan A2,meningkatkan sintesis protein prokoagulan karena hiporikia dan tertekannya fibribolisis.
b. Aktivasi sistem hemostatik di dalam ginjal dirangsang oleh faktor jaringan monosit dan oleh paparan matriks subendotel pada kapiler glomerulus yang selanjutnya mengakibatkan pembentukan fibrin dan agregasi trombosit.
4. Akselerasi aterosklerosis, akibat dari hipelipidemia yang lama.
Dulu disebut kolesterolemia bila kadar kolesterol >250 mg/100 ml. Akhir-akhir ini disebut juga sebagai hiperlipidemia oleh karena bukan hanya kolesterol saja yang meningkat namun beberapa konstituen lemak meninggi dalam darah. Konstituen lemak itu adalah:
a) Kolesterol
b) LDL
c) VLDL
d) Trigliserida
Akibat hipoalbuminemia, sel-sel hepar terpacu untuk membuat albumin sebanyak-banyaknya. Bersamaan dengan sintesis albumin ini, sel-sel hepar juga akan membuat VLDL. Dalam keadaan normal VLDL akan diubah oleh lipoprotein lipase menjadi LDL. Tetapi pada SN, aktifitas enzim ini terhambat oleh adanya hipoalbuminemia dan tingginya kadar asam lemak bebas. Disamping menurunnya aktifitas lipoprotein lipase ini disebabkan pula oleh rendahnya kadar apolipoprotein plasma sebagai akibat keluarnya protein ke dalam urin. Jadi hiperkolesterolemia ini tidak hanya disebabkan oleh produksi yang berlebihan, tetapi juga akibat gangguan katabolisme fosfolipid.

5. Syok hipovolemik. Komplikasi hipovolemia dapat terjadi sebagai akibat pemakaian diuretik yang tidak terkontrol, terutama pada kasus yang disertai dengan sepsis, diare, dan muntah. Gejala dan tanda hipovolemia ialah hipotensi, takikardia, akral dingin dan perfusi buruk, peningkatan kadar urea dan asam urat dalam plasma. Pada beberapa anak memberi keluhan nyeri abdomen. Hipovalemia diterapi dengan pemberian cairan fisiologis dan plasma sebanyak 15-20 ml/kg dengan cepat, atau albumin 1 g/kg berat badan.

6. Efek samping obat-obatan yang tidak diinginkan: diuretik, antibiotik, kortikosteroid, antihipertensi, sitostatika yang sering digunakan pada pasien sindrom nefrotik.


7. Gagal ginjal.

8. Periotinitis berhubungan dengan asites.
Streptokokus pneumonia merupakan penyebab pada sebagian pasien dan seperempat lainnya oleh kuman E.coli. pada penelitian lainnya streptokokus pneumonia merupakan patogen utama. Akibat asites akan terjadi kontaminasi hingga ke rongga peritoneal sehingga menjadi translokasi bakteri menuju dinding perut atau pembuluh limfe mesenterium, kadang-kadang terjadi pula penyebaran hematogen jika telah terjadi bakteremia. Sekitar 10-30% pasien dengan sirosis dan asites akan mengalami komplikasi seperti ini. Semakin rendah kadar protein cairan asites, semakin tinggi risiko terjadinya peritonitis dan abses. Hal tersebut terjadi karena ikatan opsonisasi yang rendah antarmolekul komponen asites.

9. Kerusakan kulit akibat infeksi.

10. Anemia ringan

0 komentar:

Posting Komentar